Keyword : Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) nilai-nilai pendidikan
akhlak apa yang terkandung dalam Surat al-Hujurat ayat 11 dan 12 (2)
bagaimana pemahaman para mufassir mengenai kandungan Surat al-Hujurat
ayat 11 dan 12 (3) implikasi nilai nilai pendidikan akhlak Surat
al-Hujurat ayat 11 dan 12 terhadap pendidikan Islam.
Penelitian ini menggunakan Metode Riset perpustakaan (library research),
dengan Tekhnik Analisis Deskriptif Kualitatif. Data penelitian yang
terkumpul kemudian dianalisis dengan metode interpretatif yakni metode
yang berperan untuk mencari kandungan nilal nilai pendidikan akhlak yang
ada didalamnya hubungannya dengan pendidikan Islam. Metode tahlili
yakni metode tafsir yang berusaha menguraikan al-Quran secara detail.
Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan psikologis dan pendekatan
fenomenologis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nilai pendidikan akhlak yang ada
dalam surat al-Hujurat ayat 11 dan 12 adalah Perintah untuk tidak
mencela orang lain karena boleh jadi orang yang dihina itu lebih baik
daripada yang menghina. Larangan untuk memanggil orang lain dengan
panggilan yang menyakitkannya. Larangan untuk tidak menggunjing orang
lain. Perintah untuk meninggalkan suudzann,mencari-cari kesalahan orang
lain dan menggunjingnya. Para mufassir menjelaskannya bahwa Perintah
untuk tidak mencela orang lain menurut al-Showi itu didasarkan boleh
jadi orang yang dicela itu lebih baik disisi Allah. Sedangkan menurut
Abi Abdillah bahwasannya antara mumin satu dengan yang lainnya adalah
ibarat jisim yang satu,maka ketika seseorang mencela yang lain berarti
dia juga telah mencela dirinya sendiri. Larangan untuk tidak memanggil
orang lain dengan panggilan yang menyakitkan, menurut al-Showi manakala
yang bersangkutan tidak merasa keberatan maka tidak masalah. Perintah
untuk tidak menggunjing sebagaimana yang telah disampaikan oleh Abi
Abdillah itu berkaitan dengan Salman al-Farisi sehabis makan kemudian ia
tidur. Ghibah sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Ghozali adalah
membicarakan apa yang ada pada orang lain yang manakala yang
bersangkutan itu mendengarnya maka ia marah. Perintah untuk tidak
suudzann ini manakala ditujukan kepada sesama mumin,namun suudzan kepada
orang kafir atau fasik itu dibolehkan manakala diperlukan.
Berdasarkan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan
bagi khasanah ilmu pengetahuan dan bahan informasi serta masukan bagi
civitas akademika dan semua pihak yang membutuhkan di lingkungan
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
Deskripsi Alternatif :
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui: (1) nilai-nilai pendidikan akhlak apa yang terkandung dalam
Surat al-Hujurat ayat 11 dan 12 (2) bagaimana pemahaman para mufassir
mengenai kandungan Surat al-Hujurat ayat 11 dan 12 (3) implikasi nilai
nilai pendidikan akhlak Surat al-Hujurat ayat 11 dan 12 terhadap
pendidikan Islam.
Penelitian ini menggunakan Metode Riset perpustakaan (library research),
dengan Tekhnik Analisis Deskriptif Kualitatif. Data penelitian yang
terkumpul kemudian dianalisis dengan metode interpretatif yakni metode
yang berperan untuk mencari kandungan nilal nilai pendidikan akhlak yang
ada didalamnya hubungannya dengan pendidikan Islam. Metode tahlili
yakni metode tafsir yang berusaha menguraikan al-Quran secara detail.
Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan psikologis dan pendekatan
fenomenologis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nilai pendidikan akhlak yang ada
dalam surat al-Hujurat ayat 11 dan 12 adalah Perintah untuk tidak
mencela orang lain karena boleh jadi orang yang dihina itu lebih baik
daripada yang menghina. Larangan untuk memanggil orang lain dengan
panggilan yang menyakitkannya. Larangan untuk tidak menggunjing orang
lain. Perintah untuk meninggalkan suudzann,mencari-cari kesalahan orang
lain dan menggunjingnya. Para mufassir menjelaskannya bahwa Perintah
untuk tidak mencela orang lain menurut al-Showi itu didasarkan boleh
jadi orang yang dicela itu lebih baik disisi Allah. Sedangkan menurut
Abi Abdillah bahwasannya antara mumin satu dengan yang lainnya adalah
ibarat jisim yang satu,maka ketika seseorang mencela yang lain berarti
dia juga telah mencela dirinya sendiri. Larangan untuk tidak memanggil
orang lain dengan panggilan yang menyakitkan, menurut al-Showi manakala
yang bersangkutan tidak merasa keberatan maka tidak masalah. Perintah
untuk tidak menggunjing sebagaimana yang telah disampaikan oleh Abi
Abdillah itu berkaitan dengan Salman al-Farisi sehabis makan kemudian ia
tidur. Ghibah sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Ghozali adalah
membicarakan apa yang ada pada orang lain yang manakala yang
bersangkutan itu mendengarnya maka ia marah. Perintah untuk tidak
suudzann ini manakala ditujukan kepada sesama mumin,namun suudzan kepada
orang kafir atau fasik itu dibolehkan manakala diperlukan.
Berdasarkan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan
bagi khasanah ilmu pengetahuan dan bahan informasi serta masukan bagi
civitas akademika dan semua pihak yang membutuhkan di lingkungan
Fakultas Tarbiyah unissula semarang